Pages

Justin Bieber, Berhala Baru Remaja Kurang Iman

Bulan April, Justin Bieber katanya mau konser di Indonesia. Gimana reaksi kamu sebagai remaja mendengar berita ini? Heboh, jingkrak-jingkrak kegirangan kayak orang kesurupan, nangis terharu, bersikap lebay atau malah biasa aja alias gak terpengaruh?
Beragam reaksi remaja mendengar kabar si Justin mau datang. Reaksi ini terjadi adalah efek dari pemahaman remaja akan sesuatu dalam hal ini adalah memahami siapa si Justin ini sebenarnya. Bila yang ada di benaknya sosok cowok ganteng yang lincah dan bersuara seksi, maka secara otomatis kamu sebagai remaja cewek akan berteriak histeris kegirangan. Beda lagi bila yang ada dalam pemahaman kamu tentang cowok yang satu ini adalah sosok remaja belasan tahun yang menjadi korban industry music di era kapitalis, maka yang muncul adalah sikap kasihan. Ya…anak seusia itu sudah dieksploitasi demi gemuknya kantong para pemodal dan menjadi berhala baru di era yang katanya modern ini.
Fenomena Justin Beiber bisa menjadi berhala di dunia ini. Berhala? Bukankah si Justin tidak disembah? Berhala bukan untuk disembah saja tapi juga termasuk ke dalam kategori untuk diikuti, diidolakan hingga ditangisi secara histeris sebagaimana para fans itu ke idolanya. Padahal, si Justin kenal juga enggak dengan kamu dan para remaja lain. Trus ngapain juga pake acara teriak-teriak histeris bahkan sampai ada yang menangis dan pingsan? Biasanya ini adalah reaksi yang muncul bila para remaja merasa ‘excited’ yang berlebihan. Bahkan banyak juga remaja cewek yang kepingin banget bisa dapat kesempatan untuk mencium atau dicium oleh si Beiber ini. Yucks!
....Sobat muda muslim, nyadar donk! Untuk apa kamu melakukan kehisterisan semacam itu hanya untuk cowok non muslim bernama Justin Bieber?...
Sobat muda muslim, nyadar donk! Setiap perbuatan itu selalu ada pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Apa jawaban yang bakal kamu sodorkan bila ada pertanyaan, untuk apa kamu melakukan kehisterisan semacam itu hanya untuk cowok non muslim bernama Justin Bieber? Nggak usah nunggu ditanya di akhirat, sekarang aja coba kamu jawab dan renungkan pertanyaan tersebut di atas. Kenal juga enggak, dapat kemanfaatan darinya apalagi. Yang ada malah kamu sering lalai melaksanakan kewajiban karena keasyikan mendengarkan si Beiber nyanyi plus jejingkrakkan.
Rencana konser si Beiber di Indonesia membuat banyak remaja seusia kamu pada berebut membeli tiket yang harganya tak bisa dibilang murah. Buat sodaqoh pelit tapi tak sayang menghamburkan uang untuk beli tiket si Beiber. Aneh! 10 ribu tiket seharga 500 ribu hingga satu juta terjual langsung ludes dalam beberapa hari saja. Calon penonton yang ngantri pun berjubel jauh hari demi mendapatkan selembar tiket untuk nonton si Justin.
Coba bandingkan dengan acara lain semisal bedah buku, seminar, atau training keislaman, para remaja pada ogah datang. Boro-boro mau bayar mahal, udah gratis saja masih tetap jarang yang mau datang. Memang sih, yang namanya surge itu lapang. Sebaliknya, yang namanya neraka itu berjubel penuh penghuninya. Hampir mirip dengan fenomena acara keislaman versus maksiat. Tergantung kamu sendiri wahai remaja, untuk pintar-pintar memilih tujuan mana yang akan kamu tuju.
Remaja cerdas so pasti pilih acara yang berkualitas demi meningkatkan iman dan takwa, bukan sebaliknya. Jadi, udah deh gak usah ikut-ikutan demam si Beiber. Dia gak bisa menyelamatkan kamu dari panasnya siksa neraka kok. Rugi berat deh! 

By : voa-islam.com

5 pintu menuju kebahagiaan

cerita tentang tokoh asal Timur Tengah, yaitu Nasruddin. Saat suatu hari ia sedang mencari jarum di halaman rumahnya. Tetangganya yang merasa kasihan, ikut membantu mencari jarum tersebut. Tetapi sudah satu jam lebih mereka mencarinya, jarum itu tak ditemukan juga. 
“Jarumnya jatuh di mana?” si tetangga bertanya.
“Jarumnya jatuh di dalam rumah,” jawab Nasruddin.
“Kalau jarumnya jatuh di dalam mengapa mencarinya di luar?” tanya tetangganya heran.
Dengan ekspresi tanpa dosa, Nasruddin menjawab, “Karena di dalam gelap, sementara di luar terang.”

Itulah gambaran sebagian besar manusia dalam mencari kebahagiaan dan keindahan. Seringkali kita mencarinya di luar diri kita dan tidak mendapat apa-apa.  Justru letak “sumur” kebahagiaan yang tak pernah kering berada di dalam. Dan tak perlu mencarinya jauh-jauh, karena sumur itu ada pada semua orang.
Sayangnya, banyak sekali orang yang mencari sumur itu di luar. Ada yang mencari bentuk kebahagiaannya dalam jabatan, kecantikan wajah,  baju mahal, mobil bagus atau rumah yang indah. Tetapi pada kenyataannya, setiap pencarian di luar tersebut selalu berujung pada bukan apa-apa, karena semuanya tidak akan berlangsung lama. Wajah yang cantik akan keriput, mobil bagus akan berganti dengan model terbaru, jabatan akan berakhir dengan pensiun dan seterusnya. Setiap kekecewaan dan keputusasaan hidup yang jauh dari keindahan dan kebahagiaan berawal dari mencarinya di luar.
Untuk mencapai tingkat keindahan dan kebahagiaan yang sempurna, setiap orang setidaknya harus melalui 5 buah pintu untuk menuju ke sana.

Pintu pertama, stop comparing and start flowing. Setiap penderitaan hidup manusia, setiap bentuk ketidakindahan, dimulai dari membandingkan. Karena itu, marilah kita menuju ke sebuah titik, mengalir menuju ke kehidupan yang paling indah di dunia, yaitu menjadi diri sendiri. Kita akan menemukan yang terbaik dalam diri kita, jika kita mulai belajar menerimanya. Dari sinilah kepercayaan diri akan muncul, kepercayaan yang muncul dari keyakinan-keyakinan yang kita bangun dari dalam. “Tidak ada kehidupan yang paling indah selain menjadi diri sendiri. Itulah kebahagiaan yang sebenar-benarnya!”

Pintu kedua, memberi. Memberi tidak harus dalam bentuk materi. Senyuman, perhatian, pelukan adalah juga bentuk pemberian yang tak ternilai. Membuat orang lain bahagia, berarti membuat diri sendiri berbahagia. Memberi tidak berarti harta kita menjadi berkurang. Tidak perlu khawatir, setiap pemberian itu ada yang mencatatnya. Jika atasan kita di kantor tidak mencatat pemberian Anda, ada “Atasan Tertinggi” yang mencatatnya. Seperti halnya seorang petani, orang-orang yang suka memberi akan memanen hasilnya.

Pintu ketiga, cahaya. Keindahan dan kebahagiaan berawal dari semakin gelap hidup kita, semakin terang cahaya yang ada di dalam. Perhatikan bintang di malam hari, ia akan bercahaya jika langitnya gelap. Sedangkan lilin akan bercahaya dengan bagus jika ruangannya gelap. Artinya semakin kita berhadapan dengan masalah dan cobaan hidup, semakin bercahaya kita dari dalam. Memiliki suami yang pemarah membuat kita melatih kesabaran, memiliki atasan yang diktator melatih kita untuk belajar kebijaksanaan.

Pintu keempat adalah surga, yang bukanlah sebuah tempat melainkan adalah rangkaian sikap. Jika kita melihat hidup adalah kesusahan dan penderitaan, maka neraka tidak akan ketemu setelah mati. Neraka sudah ketemu sekarang. Sedangkan kita akan bertemu dengan surga, jika hasil dari rangkaian sikap kita adalah benar. Berhentilah mengkhawatirkan segala sesuatu, dan yakinkan diri sendiri bahwa segalanya akan berjalan dengan baik dan sempurna.

Pintu terakhir adalah tahu diri. Manusia-manusia yang tidak tahu diri adalah manusia yang tidak pernah menemukan keindahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.

{Sumur kehidupan yang tak pernah kering berada di dalam. Sumur ini hanya kita temukan dan kita timba airnya kalau kita bisa mengetahui diri sendiri. Jika sumur kehidupan telah ditemukan, maka kemudian kita akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. I intend good, I do good, and I am good).

kisah seorang pemuda yang mencari guru agama

Ada seorang pemuda yang lama menjalani pendidikan di luar negeri namun tidak pernah belajar agama Islam, kini kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia diminta kedua orangtuanya untuk belajar agama Islam, namun ia memberi syarat agar dicarikan guru agama yang bisa menjawab 3 pertanyaan yang selama ini mengganjal dihatinya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, seorang kyai dari pinggiran kota.

Pemuda : ”Anda siapa dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?”
Kyai : ”Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.”

Pemuda : ”Anda yakin? Sedangkan Profesor di Amerika dan banyak orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”
Kyai : ”Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”

Pemuda : ”Saya ada 3 pertanyaan:
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya !
2. Kalau memang benar ada takdir, tunjukkan takdir itu pada saya !
3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”

Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda : (sambil menahan sakit) ”Hei ! Kenapa anda marah kepada saya?”
Kyai : ”Saya tidak marah... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.”

Pemuda : ”Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.”
Kyai : ”Bagaimana rasanya tamparan saya?”

Pemuda : ”Tentu saja saya merasakan sakit.”
Kyai : ”Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?”

Pemuda : ”Ya!”
Kyai : ”Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”

Pemuda : ”Saya tidak bisa.”
Kyai : ”Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya."

Kyai : ”Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”
Pemuda : ”Tidak.

Kyai : ”Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?”
Pemuda : ”Tidak.”

Kyai : ”Itulah yang dinamakan takdir.”

Kiyai : ”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”
Pemuda : “Kulit.”

Kyai : “Terbuat dari apa pipi anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Kyai : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : “Sakit.”

Kyai : “Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaitan. 
Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang ditempatkan bersama syaitan di neraka..”

Pemuda itu langsung tertunduk dan memeluk kyai tersebut sambil memohonnya untuk mengajarkan Islam lebih banyak lagi.

membaca Al-Qur'an via Handphone


Handphone yang didalamnya terdapat al Qur’an baik berupa tulisan maupun rekaman hukumnya tidaklah seperti mushaf sehingga dibolehkan menyentuhnya tanpa bersuci dan dibolehkan bagi seseorang membawanya kedalam WC. Hal itu dikarenakan tulisan al Qur’an didalam didalam handphone tidaklah seperti tulisan al Qur’an di dalam mushaf-mushaf. Ia hanyalah getaran-getaran tampilan yang kemudian lenyap dan bukanlah huruf-huruf yang kukuh dan handphone itu tidak hanya mencakup al Qur’an tapi juga yang lainnya.
Asy Syeikh Abdurrahman bin Nashir al Barrok ketika ditanya tentang hukum membaca al Qur’an dari handphone tanpa bersuci? Beliau menjawab, ”Segala puji bagi Allah saja dan shalawat serta salam kepada Nabi yang tidak ada Nabi setelahnya. Amma Ba'du :
Telah diketahui bahwa membaca al Qur’an di luar kepala tidaklah disyaratkan baginya suci dari hadats kecil bahkan dari hadats besar akan tetapi membaca al Qur’an dalam keadaan bersuci walaupun diluar kepala adalah lebih diutamakan karena ia adalah kalam Allah dan diantara kesempurnaan pengagungannya adalah tidak membacanya kecuali dalam keadaan bersuci.
Adapun membacanya dari mushaf maka disayaratkan bersuci karena sentuhannya dengan mushaf, sebagaimana disebutkan didalam hadits masyhur,”Tidaklah menyentuh al Qur’an kecuali seorang yang suci.” Serta berbagai atsar dari para sahabat dan tabi’in. Berdasarkan inilah maka jumhur ahli ilmu berpendapat bahwa diharamkan bagi orang yang berhadats menyentuh mushaf baik untuk membacanya atau untuk yang lainnya.
Dari sini maka handphone atau alat-alat sejenisnya yang direkam didalamnya al Qur’an tidaklah mengambil hukum mushaf karena keberadaan huruf-huruf al Qur’an didalam alat itu berbeda dengan keberadaan huruf-huruf itu didalam mushaf, ia tidaklah memiliki sifat untuk dibaca akan tetapi ia bersifat getaran-getaran tampilan yang terdiri dari huruf-huruf dengan bentuknya ketika diinginkannya lalu ia akan muncul di layar dan akan lenyap ketika dipindahkan ke yang lainnya. Oleh karena itu dibolehkan baginya untuk menyentuh handphone atau kaset yang didalamnya terdapat rekaman al Qur’an serta dibolehkan membaca darinya walaupun tanpa bersuci. Wallahu A’lam.”
Asy Syeikh Shalih al Fauzan ketika ada yang bertanya,”Saya adalah orang yang gemar membaca al Qur’an, terbiasa datang ke masjid lebih awal sambil beberapa kali membawa handphone modern yang didalamnya terdapat program al Qur’an al Karim secara penuh : dan saya tidak dalam keadaan bersuci ketika membacanya dari handphone?” Beliau menjawab,”Ini merupakan bagian dari kemewahan yang tampak pada manusia. Mushaf-mushaf —Alhamdulillah— sudah tersebar di berbagai masjid dengan cetakan yang megah sehingga tidak membutuhkan lagi membacanya dari handphone akan tetapi apabila jika ia melakukannya maka kami melihat ia tidaklah mengambil hukum mushaf.
Mushaf tidaklah disentuh kecuali oleh orang yang bersuci, sebagaimana disebutkan didalam hadits, ”Tidaklah menyentuh al Qur’an kecuali orang yang suci.” Adapun handphone tidaklah dinamakan mushaf.”
Membaca al Qur’an dari handphone memberikan kemudahan bagi wanita haidh dan bagi orang yang tidak membawa mushaf atau orang yang berada di tempat yang menyulitkannya untuk berwudhu di situ karena tidak terpenuhinya persyaratan suci untuk menyentuhnya. (www.islam.qa.com)
Wallahu A’lam.

Hukum Tertawa


                   Di dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyah disebutkan Tertawa bisa berupa tersenyum atau terbahak-bahak. Pada dasarnya : jika ia berupa senyuman maka diperbolehkan menurut kesepekatan para ulama bahkan hal itu pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menganjurkannya sebagaimana terdapat dalam hadits Abdullah bin al Harits yang mengatakan, ”Tertawanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya sekedar senyum." (HR. Tirmidzi) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah.” (HR. Tirmidzi)
Adapun tertawa dengan terbahak-bahak maka para ulama memakruhkannya dan melarangnya jika hal itu banyak dilakukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ”Jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati." Tsabit al Bananiy mengatakan, ”Tertawanya seorang mukmin adalah bagian dari kelalaiannya yaitu kelalaian terhadap perkara akherat dan jika dirinya tidak lalai maka tidaklah ia tertawa.” (hal. 10083)
Jadi pada dasarnya tertawa adalah sesuatu yang mubah (boleh) selama tidak kebanyakan (berlebihan) karena hal itu dapat mematikan hati, menjadikannya tertipu, berada di dalam kegelapan dan melupakan perkara-perkara akherat, sebagaimana apa yang diriwayatkan Oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati."
Imam Nawardi di dalam kitabnya Adab ad Dunia wa ad Diin menyebutkan bahwa tertawa sesungguhnya kebiasaan yang dapat menyibukkannya dari melihat perkara-perkara penting, melalaikan dari berfikir terhadap berbagai musibah yang memilukan. Orang yang banyak tertawa tidaklah memiliki kehormatan dan kemuliaan. 
Diriwayatkan Oleh Abu Idris al Khulani dari Abu Dzar al Ghifari berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Waspadalah kamu terhadap banyak tertawa. Sesungguhnya ia dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah (mu).” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas terhadap firman Allah SWT :
هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ
Artinya : “Kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.” (QS. Al Kahfi [18] : 49), Sesungguhnya yang kecil di situ adalah tertawa.
Adapun tentang melawak —disebutkan didalam Fatawa al Azhar— bahwa ia adalah sesuatu, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang didominasi oleh tertawa, memasukkan kebahagiaan didalam jiwa maka hukumnya tergantung pada tujuan darinya serta uslub (cara-cara) yang digunakan di dalamnya. Apabila tujuannya adalah menghina atau merendahkan (orang lain) atau menggunakan cara-cara dusta maka hal itu dilarang dan jika tidak terdapat hal-hal demikian maka tidaklah dilarang, ia seperti canda. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah bercanda dan tidaklah dia mengatakan kecuali kebenaran, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan terdapat didalam sunan at Tirmidzi, ”Sesungguhnya Anda bercanda dengan kami,” Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tidaklah mengatakan sesuatu kecuali yang benar", ini adalah hadits hasan.
Di antara beberapa peristiwa, disebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepadanya, ”Bawalah aku di atas onta.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Bahkan kami akan membawamu di atas anak onta.” Orang itu berkata, ”Bagaimana aku melakukannya? Sesungguhnya ia tidaklah bisa membawaku.” Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak ada satu onta pun kecuali dia adalah anak onta.” Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya. Didalam “al Adzkar” milik Imam Nawawi hal 322 disebutkan bahwa yang bertanya adalah seorang wanita.
Saya mengingatkan untuk menyedikitkan tertawa dan janganlah selalu tertawa karena hal itu bisa menjadikannya haram, disebutkan di dalam hadits, "Bisa jadi seseorang mengatakan satu patah kata yang menurutnya tidak apa-apa tapi dengan kalimat itu ia jatuh ke neraka selama tujuhpuluh tahun." (HR. Bukhari dan Muslim)
Umar berkata, ”Barangsiapa yang banyak tertawa maka sedikit kemuliaannya, barangsiapa yang bercanda maka dia akan diremehkan.” Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Bertakwalah kepada Allah dan waspadalah terhadap canda. Sesungguhnya canda dapat mewariskan kedengkian dan membawanya kepada keburukan.” Imam Nawawi di dalam kitabnya itu mengatakan bahwa para ulama berkata, ”Sesungguhnya canda yang dilarang adalah yang kebanyakan dan berlebihan karena ia dapat mengeraskan hati dan menyibukkannya dari dzikrullah dan menjadikan kebanyakan waktu untuk menyakiti, memunculkan kebencian, merendahkan kehormatan dan kemuliaan. Adapun canda yang tidak seperti demikian maka tidaklah dilarang. Sesungguhnya Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit melakukan canda untuk suatu kemaslahatan, menyenangkan dan menghibur jiwa. Dan yang seperti ini tidaklah dilarang sama sekali bahkan menjadi sunnah yang dianjurkan apabila dilakukan dengan sifat yang demikian. Maka bersandarlah dengan apa yang telah kami nukil dari para ulama dan telah kami teliti dari hadits-hadits dan penjelasan hukum-hukumnya dan hal itu karena besarnya kebutuhkan terhadapnya. wa billah at Taufiq (Fatawa al Azhar juz X hal 225)
Wallahu A’lam.

Hukum Menjalin Jari Jemari


Assalamualaikum Wr. Wb
Ibnu Abidin mengatakan, ”menjalin jari jemari adalah memasukkan jari-jemari tangan yang satu diantara jari jemari tangan yang lainnya.”
Hukum Menjalinkan Jari Jemari Saat Menanti Shalat
Ijma para fuqaha menyebutkan bahwa menjalin jari jemari didalam shalat adalah makruh berdasarkan apa yang diriwayatkan “dari Ka’ab bin ‘Ajrah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang tengah menjalin jari jemarinya saat (menanti) shalat lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepaskan (jalinan) jari jemarinya itu.”
Ibnu Umar ketika melihat seseorang tengah shalat dengan menjalin jari jemarinya maka mengatakan, ”Itu adalah shalat orang-orang yang dimurkai.”
Adapun menjalin jari jemari di dalam masjid di luar shalat, saat menanti shalat atau ketika duduk menanti shalat atau ketika berjalan untuk menunaikan shalat maka para ulama Hanafi, Syafi’i dan Hambali memakruhkannya dalam keadaan seperti itu karena menanti shalat termasuk di dalam hukum shalat berdasarkan hadits ash Shahihain, ”Seorang dari kalian senantiasa berada di dalam shalat selama ia menanti shalat itu.”
Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan selainnya, ”Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu hendaklah dia memperbaiki wudhunya lalu keluar dengan sengaja menuju masjid maka janganlah menjalin jari jemari sesugguhnya ia berada di dalam shalat.”
Apa yang diriwayatkan dari Abu Said al Khudriy bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Apabila salah seorang dari kalian berada di masjid maka janganlah dia menjalinkan (jari-jemari), sesungguhnya menjalinkan (jari-jemari itu) adalah dari setan dan sesungguhnya salah seorang dari kalian senantiasa berada di dalam shalat selama dia berada di masjid hingga dia keluar darinya.”
Dari Ka’ab bin ‘Ajrah berkata, ”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,”Apabila salah seorang dari kalian telah berwudhu lalu dia keluar secara sengaja menuju masjid maka janganlah dia menjalinkan jari jemarinya, sesungguhnya dia berada didalam shalat.”
Sedangkan para ulama Maliki tidak mempermasalahkan hal itu di luar shalat walaupun dia berada di masjid karena makruh menurut mereka hanyalah didalam shalat saja.
Hikmah Larangan Tersebut
Terjadi perbedaan didalam larangan tentang menjalin jari jemari di masjid. Ada yang mengatakan, ”Sesungguhnya larangan itu karena didalamnya terdapat perbuatan main-main.” Ada yang mengatakan, ”Karena didalamnya terdapat penyerupaan (perbuatan) setan.” Ada yang mengatakan, ”Karena adanya isyarat setan di dalam perbuatan itu.”
Didalam Hasyiyah ath Thahawi ‘ala Maroqi al Falah, ”Hikmah larangan dari menjalin jari jemari adalah bahwa perbuatan itu berasal dari setan, dapat menyebabkan tidur dan tidur diantara posisi yang bisa menyebabkan hadats, serta peringatan didalam hadits Ibnu Umar terhadap seorang yang tengah shalat sedangkan ia menjalin jari jemarinya bahwa itu adalah shalatnya orang-orang yang dimurkai maka ia pun tidak menyukainya karena itu termasuk didalam hukum shalat sehingga tidak terjadi apa yang dilarangnya itu.
Dan kemakruhan hal itu didalam shalat menjadi lebih kuat lagi. Namun jumhur ulama tidaklah memakruhkan menjalinkan jari jemari setelah selesai (shalat) meski dirinya masih berada di dalam masjid berdasarkan hadits yang diterangkan oleh Dzil Yadain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami dalam sebuah shalat petang —Ibnu Sirin mengatakan, ’Abu Hurairah menamakannya akan tetapi aku terlupa— dia berkata, ’Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami dua rakaat lalu beliau mengucapkan salam lalu beliau menuju sebuah batang kayu kuat dan bersandar kepadanya dan seakan-akan dirinya dalam keadaan marah. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dan menjalin jari-jemarinya lalu meletakkan pipi kanannya di atas punggung telapak tangan kirinya. Orang-orang pun bersegera keluar dari pintu masjid dan di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Umar yang menghormati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berkata kepadanya dan diantara mereka ada seorang yang memiliki dua tangan yang panjang sehingga disebut dengan “dzul yadain” berkata, ”Wahai Rasulullah apakah anda lupa atau shalat telah diqashar?’ beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ’Aku tidak lupa dan (shalat) tidaklah diqashar.’ Lalu berkata, ’Apakah aku seperti yang dikatakan Dzul Yadain?” mereka menjawab,”Ya.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun maju ke depan dan melaksanakan shalat yang ditinggalkannya itu kemudian bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih panjang kemudian mengangkat kepalanya dan bertakbir kemudian bertakbir dan sujud seperti sujudnya—atau lebih panjang kemudian mengangkat kepalanya dan bertakbir.” Kemudian mereka bertanya, ”Kemudian beliau salam?” dia menjawab, ”Aku diberitahu bahwa Umran bin Hushain berkata, ’Kemudian beliau salam.” (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II l 4164 – 4165)
Wallahu A’lam.

Sumpah Pemuda Muslim Sejati

Kami pemuda muslim dan muslimah, 
mengaku berakidah satu, akidah Islam saja

Kami pemuda muslim dan muslimah,
 mengaku berhukum satu, hokum syariat Islam saja

Kami pemuda muslim dan muslimah, 
mengaku berjuang selalu demi tegaknya Islam di bawah naungan Khilafah Islam

Jihad Jalan Kami (Definisi Jihad, Tujuan, dan Hukumnya)

Hidup ini adalah perjuangan dan perjuanganlah yang membuat kita hidup. Jihad fi sabilillah merupakan puncak ajaran Islam. Sehingga umat Islam yang melaksanakannya akan mendapatkan kemuliaan dan kejayaan di dunia dan surga Allah di akhirat.
Sebaliknya mereka yang meninggalkan jihad dan tidak terbersit sedikitpun dalam hatinya untuk berjihad akan hina dan menderita di dunia serta mendapatkan siksa Allah di neraka. Jihad adalah satu-satunya jalan bagi umat Islam untuk meraih kejayaan Islam, merdeka dari penjajahan dan meraih kembali tanah yang hilang.
Ketika umat Islam lalai terhadap kewajiban, maka Allah akan menghinakan mereka. Rasulullah saw. bersabda,” Jika kalian telah berdagang dengan ‘Inah (sistem riba’), mengikuti ekor-ekor sapi (sibuk beternak), rela bercocok tanam dan meninggalkan jihad, pasti Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabut kehinaan itu hingga kalian kembali ke ajaran agama kalian.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Baihaqi).
Imam Syahid Hasan al-Banna berkata: Sesungguhnya umat yang mengetahui bagaimana cara membuat kematian, dan mengetahui bagaimana cara meraih kematian yang mulia, Allah pasti memberikan kepada mereka kehidupan mulia di dunia dan keni’matan yang kekal di akhirat. Wahn (kelemahan) yang menghinakan kita tidak lain karena penyakit cinta dunia dan takut mati. Maka persiapkanlah jiwa kalian untuk amal yang besar, dan semangatlah menjemput kematian niscaya diberi kehidupan. Ketahuilah bahwa kematian adalah kepastian dan tidak datang kecuali satu kali. Jika engkau menjadikannya di jalan Allah, maka hal itu merupakan keuntungan dunia dan ganjaran akhirat.
Definisi Jihad (Pengertian Jihad)
Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan meneggakan Islam demi mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah SWT.
Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Yang saya maksud dengan jihad adalah; suatu kewajiban sampai hari kiamat dan apa yang dikandung dari sabda Rasulullah saw.,” Siapa yang mati, sedangkan ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.
Adapun urutan yang paling bawah dari jihad adalah ingkar hati, dan yang paling tinggi perang mengangkat senjata di jalan Allah. Di antara itu ada jihad lisan, pena, tangan dan berkata benar di hadapan penguasa tiran.
Dakwah tidak akan hidup kecuali dengan jihad, seberapa tinggi kedudukan dakwah dan cakupannya yang luas, maka jihad merupakan jalan satu-satunya yang mengiringinya. Firman Allah,” Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad” (QS Al-Hajj 78).
Dengan demikian anda sebagai aktifis dakwah tahu akan hakikat doktrin ‘ Jihad adalah Jalan Kami’
Tujuan Jihad
Jihad fi sabilillah disyari’atkan Allah SWT bertujuan agar syari’at Allah tegak di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang lemah, tetapi sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi. Jihad juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kezhaliman dan fitnah yang mengganggu kehidupan manusia. (QS an-Nisaa’ 74-76).
Macam-Macam Jihad
Jihad fi Sabilillah untuk menegakkan ajaran Islam ada beberapa macam, yaitu:
  1. Jihad dengan lisan, yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.
  2. Jihad dengan harta, yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid yang ditinggal berjihad.
  3. Jihad dengan jiwa, yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Jihad ini biasa disebut dengan qital (berperang di jalan Allah). Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di jalan Allah.
Keutamaan Jihad dan Mati Syahid
Beberapa ayat Alquran memberikan keutamaan tentang berjihad. Di antaranya, (QS an-Nisaa’ 95-96)(QS as-Shaff 10-13).
Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW ditanya: ”Amal apakah yang paling utama?” Rasul SAW menjawab: ”Beriman kepada Allah”, sahabat berkata:”Lalu apa?” Rasul SAW menjawab: “Jihad fi Sabilillah”, lalu apa?”, Rasul SAW menjawab: Haji mabrur”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Pagi-pagi atau sore-sore keluar berjihad di jalan Allah lebih baik dari dunia seisinya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari Anas ra bahwa nabi SAW bersabda: ”Tidak ada satupun orang yang sudah masuk surga ingin kembali ke dunia dan segala sesuatu yang ada di dunia kecuali orang yang mati syahid, ia ingin kembali ke dunia, kemudian terbunuh 10 kali karena melihat keutamaan syuhada.” (Muttafaqun ‘alaihi)
”Bagi orang yang mati syahid disisi Allah mendapat tujuh kebaikan: 1. Diampuni dosanya dari mulai tetesan darah pertama. 2. Mengetahui tempatnya di surga. 3. Dihiasi dengan perhiasan keimanan. 4. Dinikahkan dengan 72 istri dari bidadari. 5. Dijauhkan dari siksa kubur dan dibebaskan dari ketakutan di hari Kiamat. 6. Diletakkan pada kepalanya mahkota kewibawaan dari Yakut yang lebih baik dari dunia seisinya. 7. Berhak memberi syafaat 70 kerabatnya.” (HR at-Tirmidzi)
Hukum Jihad Fi Sabilillah
Hukum Jihad fi sabilillah secara umum adalah Fardhu Kifayah, jika sebagian umat telah melaksanakannya dengan baik dan sempurna maka sebagian yang lain terbebas dari kewajiban tersebut. Allah SWT berfirman:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS at-Taubah 122).
Jihad berubah menjadi Fardhu ‘Ain jika:
1. Muslim yang telah mukallaf sudah memasuki medan perang, maka baginya fardhu ‘ain berjihad dan tidak boleh lari.
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS al-Anfal 15-16).
2. Musuh sudah datang ke wilayahnya, maka jihad menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh penduduk di daerah atau wilayah tersebut .
”Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS at-Taubah 123)
3. Jika pemimpin memerintahkan muslim yang mukallaf untuk berperang, maka baginya merupakan fardhu ‘ain untuk berperang. Rasulullah SAW bersabda:
”Tidak ada hijrah setelah futuh Mekkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Dan jika kamu diperintahkan untuk keluar berjihad maka keluarlah (berjihad).” (HR Bukhari)

Kata-Kata Jihad
Khubaib bin Adi ra. berkata ketika disiksa oleh musuhnya, “Aku tidak peduli, asalkan aku terbunuh dalam keadaan Islam. Dimana saja aku dibunuh, aku akan kembali kepada Allah. Kuserahkan kepada Allah kapan saja Ia berkehendak. Setiap potongan tubuhku akan diberkatinya”.
Al-Khansa ra. berpesan kepada 4 anaknya mengantarkan mereka untuk jihad, “Wahai anak-anakku ! Kalian tidak pernah berkhianat pada ayah kalian. Demi Allah, kalian berasal dari satu keturunan. Kalianlah orang yang ada dalam hatiku. Jika kalian menuju ke medan perang, jadilah kalian pahlawan. Berperanglah ! Jangan kembali. Aku membesarkan kalian untuk hari ini”.
Abdullah bin Mubarak berkata pada saudaranya Fudail bin Iyadh yang sedang asyik ibadah di tahan suci,” Wahai ahli ibadah di dua tahan Haram, jika engkau melihat kami, niscaya engkau akan tahu bahwa engkau hanya bermain-main dalam ibadah. Barangsiapa membasahi pipinya dengan air mata. Maka, leher kami basah dengan darah”.
Demikianlah jihad adalah satu-satunya jalan menuju kemuliaan di dunia dan di akhirat. Ampunan Allah, surga Adn, Pertolongan dan Kemenangan. Wallahu a’lam bishawaab. 

By: dakwatuna.com

Shalat Adalah Tiang Utama Islam

Shalat Adalah Tiang Utama Islam


Kita meyakini bahwa shalat merupakan tiang utama bangunan Islam dan rukunnya yang kedua sesudah dua kalimat syahadat. Allah telah mewajibkannya bagi hamba-hamba-Nya lima kali dalam sehari semalam. Siapa yang melaksanakan dengan semestinya, ia akan mendapat nur (cahaya), keselamatan, dan petunjuk pada hari kiamat. Sebaliknya, siapa yang sengaja meninggalkannya karena menentang kewajibannya, sungguh ia telah kafir. Sedangkan yang meninggalkannya karena menganggapnya remeh, maka vonis kafir terhadapnya merupakan ranah ijtihad.
Perintah mendirikan shalat dalam Al-Qur’an sangat banyak. Bahkan menjadi perkara yang sudah sangat maklum dalam dien berdasarkan banyaknya dalil-dalil yang menyebutkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)
قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau pun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (QS. Ibrahim: 31)
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra’: 78)
وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Allah memerintahkan untuk menjaga shalat dalam firman-Nya,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238)
Allah juga menetapkan jaminan ishmah (keselamatan) dan puncak selesainya perang. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Taubah: 5)
Allah juga menjadikan shalat sebagai tanda ukhuwah (persaudaraan) dalam agama. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Jika mereka bertobat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. Al-Taubah: 11)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa shalat adalah salah satu pilar utama bangunan Islam. Beliau bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ
Islam dibangun di atas lima pilar: Syahadat bahwa tidak ada tuhan (yang hak) kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, . . . ” (Muttafaq ‘alaih)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga menjelaskan bahwa meninggalkan shalat menyeret kepada kekufuran. Beliaushallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir)
Maknanya, yang menghalanginya dari menjadi kafir adalah selama dia tidak meninggalkan shalat. Maka apabila ia meninggalkannya, tidak ada pembatas antara dia dan kesyirikan, bahkan ia telah masuk ke dalamnya. (Keterangan tambahan dari Syarah Muslim li al-Nawawi)
Perjanjian (yang membedakan) antara kami dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa yang sengaja meninggalkannya maka ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Ahlussunan)
Maka apabila ia meninggalkannya (shalat), tidak ada pembatas antara dia dan kesyirikan, bahkan ia telah masuk ke dalamnya. (Keterangan tambahan dari Syarah Muslim li al-Nawawi)
Dari Abdillah bin Syaqiq al-‘Uqaili bebkata, “Para sahabat Nabi Muhammad tidak memandang satu amal yang meninggalkannya adalah kekafiran selain shalat.” (HR. al-Tirmidzi dan Hakim)
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diperintahkan untuk memerangi (suatu  kaum) sehingga mereka menegakkan shalat. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang hak) kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melaksanakan semua itu, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku kecuali hak Islam, sedangkan hisab mereka hanya kepada Allah.” (muttafaq ‘alaih)
Orang yang meninggalkan shalat kelak pada hari kiamat akan dihimpun bersama pentolan-pentolan orang kafir, yaitu Qarun, Fir’aun, Hamman, dan Ubay bin Khalaf.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat kelak pada hari kiamat akan dihimpun bersama pentolan-pentolan orang kafir. Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa pada suatu hari beliau pernah membicarakan tentang shalat. Lalu beliau bersabda, “Siapa yang menjaganya, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Dan siapa yang tidak menjaganya, ia tidak akan punya cahaya, petunjuk, dan tidak selamat. Dan kelak pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir’aun, Hamman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Ibnu Hibban)