Pages

Bila Al’Quran bisa bicara…

Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku.
Dengan wudu’ aku kau sentuh dalam keadaan suci.
Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari.
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari
Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesraaaaa sekali !!.
Sekarang engkau telah dewasa… !
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku…
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah…
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu.
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja? ?
Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya.
Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmu
Kadang kala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa.
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan.
Kini … aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian.
Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.
Dulu…pagi-pagi…surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman.
Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau…..
Sekarang… pagi-pagi sambil minum kopi…engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV.
Waktu senggang..engkau sempatkan membaca buku karangan manusia.
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa.
Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan… !!!
Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surah2ku (Basmalah)
Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi
Tidak ada kaset yang berisi ayat Allah yang terdapat padaku di laci mobilmu.
Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu.
Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku.
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja.
Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu.
Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun.
E-mail temanmu yang ada ayat-ayatku pun kadang kau abaikan
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu.
Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku ….
Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV.
Menonton pertandingan Liga Italia , musik atau Film dan Sinetron laga.
Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk.
Hanya sekedar membaca berita dan gambar sampah.
Waktupun cepat berlalu…aku menjadi semakin kusam dalam lemari.
Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu.
Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali.
Itupun hanya beberapa lembar dariku.
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu.
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.
Apakah Koran, TV, radio , komputer, dapat memberimu pertolongan?
Bila engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba.
Engkau akan diperiksa oleh para malaikat suruhanNya.
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.
Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu…
Setiap saat berlalu… kuranglah jatah umurmu…
Dan akhirnya kubur sentiasa menunggu kedatanganmu..
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.!!!
Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati…
Di kuburmu nanti….
Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan.
Yang akan membantu engkau membela diri.
Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu.
Tapi Akulah “Qur’an” kitab sucimu.
Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu.
Peganglah aku lagi …. bacalah kembali aku setiap hari.
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci.
Yang berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui.
Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.
Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu…

Wudhu Sebagai Syarat Sah Shalat

Wudhu Sebagai Syarat Sah Shalat

Wudhu adalah syarat  sahnya shalat yang dilakukan oleh orang berhadats. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam  bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
 "Tidak akan diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadats, hingga ia berwudhu." (Muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
"Tidak diterima shalat (seorang hamba) tanpa bersuci dan tidak pula diterima shadaqah yang dari hasil ghulul (menilep/mencuri ghanimah)." (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya aku diperintahkan berwudhu apabila akan mengerjakan shalat." (HR. al-Tirmidzi, Abu Dawud, dan al-Nasai. Lihat Shahih al-Jami' no. 2333)
Diriwayatkan dari Abu Sa'id, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Kunci shalat adalah bersuci, pembukanya adalah takbir, dan penutupnya adalah salam." (Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami': 5761)
Juga didapatkan ijma' para ulama, mereka telah sepakat bahwa tidak sah shalat tanpa bersuci. Yaitu jika ia mampu mengerjakannya. (Lihat: Al-Ausath, Ibnul Mundzir: 1/107)
Membasuh wajah
Satu-satunya ayat yang menerangkan tentang tata cara wudhu terdapat dalam QS. Al-Maidah: 6. Darinya para ulama menyimpulkan rukun-rukun wudhu. Yaitu hal-hal yang menjadi susunan wudhu, yang mana apabila salah satu darinya ditinggalkan, maka batallah wudhunya dan tidak sah menurut syariah. Dan di antara rukun wudhu –yang disebutkan dalam ayat tersebut- adalah membasuh muka (wajah).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Wahai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu." (QS. Al-Maidah: 6)
Mengenai membasuh wajah, semua ulama yang meriwayatkan sifat wudhu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam  menetapkan tentang membasuh wajah dan bahkan semua ulama telah bersepakat tentang hal ini. (Lihat: Shahih Fiqih Sunnah –edisi Indonesia-, Abu Malik Kamal: 1/149)
Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq
Berkumur-kumur yang dalam bahasa arabnya Madhmadhah, adalah memasukkan air ke dalam mulut lalu menggerak-gerakkannya di dalam.
Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung dan menghirupnya hingga ke pangkal hidung. Sementara istinsyar, adalah mengeluarkan air dari dalam hidung setelah beristinsyar.
Berkumur-kumur dan beristinsyar adalah bagian dari membasuk wajah yang diperintahkan dalam ayat di atas. Sedangkan membasuh wajah adalah wajib, maka berkumur-kumur dan beristinsyaq juga wajib menurut pendapat yang lebih shahih. (Shahih Fiqih Sunnah: 1/150)
Syaikh Abdurahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya, Taisir al-Kariim al-Rahmaan fii Tafsiir Kalaam al-Mannaan, mengeluarkan dari ayat di atas beberapa faidah hukum yang banyakPada urutan ke tujuh, beliau mengatakan: Perintah membasuh wajah. Yaitu yang  didapatkan dari bagian muka, dimulai secara memanjang (meninggi) dari tempat tumbuhnya rambut normal hingga tulang rahang dan dagu, melebarnya dari telinga satu sampai telinga yang lain. Masuk di dalamnya, berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya) yang dijelaskan oleh sunnah. Juga masuk dalam bagiannya, rambut-rambut yang tumbuh padanya. Tapi jika tipis harus menyampaikan air ke kulit, dan jika lebat maka cukup yang nampak saja.
Lebih jelasnya, kami uraikan empat alasan yang mewajibkannya dalam rincian sebagai berikut:
1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk mencuci wajah, sedangkan mulut dan hidung adalah bagian dari wajah yang bagian dalam. Tidak ada alasan menghususkan wajah bagian luarnya saja, tidak bagian dalamnya. Padahal semua bagian tersebut termasuk wajah, sebagaimana mata, alis, pipi, jidad dan lainnya.
2. Allah memerintah untuk mencuci wajah secara mutlak, sementara Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallammenjelaskan dengan perbuatan dan penyampaian. Beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung setiap kali berwudhu. Tidak pernah didapatkan nukilan, beliau meninggalkannya walau pada saat beliau membasuh bagian yang penting-penting saja. Jika perbuatan tersebut untuk melaksanakan suatu perintah, maka hukumnya sama dengan hukum perintah tersebut, yaitu menunjukkan wajibnya. (Lihat: Syarah al-Umdah, Ibnu Taimiyah: 1/178; dan al-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 4/36).
3. Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits Luqaith bin Shabrah:
    إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ
    "Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.)
    4. Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan secara shahih dari sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
      مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ
      "Siapa yang berwudhu hendaknya ia beristintsar." (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)
      وَإِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِى أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ
      "Dan apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hendaknya ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)
      إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ
      "Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia beristinsyaq." (HR. Muslim)
      أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
      "Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR. Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)

      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam menghususkan istinsyaq dengan perintah, bukan karena hidung lebih penting untuk dibersihkan daripada mulut. Bagaimana mungkin, padahal mulut lebih mulia karena digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Qur'an, serta mulut lebih sering berubah baunya? Namun –wallahu a'lam- karena syariat telah memerintahkan untuk membersihkan mulut dengan siwak dan menegaskan perihalnya. Mencuci mulut sesudah dan sebelum makan disyariatkan menurut sebuah pendapat. Telah diketahui perhatian syariat untuk membersihkan mulut, berbeda dengan hidung. Jadi, membersihkan hidung di sini untuk menjelaskan hukumnya, karena dikhawatirkan perkara ini akan diabaikan." (Syarh al-'Umdah: 1/179-180)
      Catatan:
      Perlu sama-sama diperhatikan dan disadari, masalah ini sudah dibicarakan ulama sejak dahulu dan terdapat perbedaan tentang status berkumur-kumur dan beristinsyaq saat berwudhu. Ada yang menyatakannya mandub/sunnah, berargumen dengan hadits Rifa'ah bin Rafi' tentang kisah orang yang buruk shalatnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  bersabda kepadanya:
      "Sesungguhnya tidak akan sempurna shalat salah seorang kalian hingga ia berwudhu dengan sempurna sebagaimana diperintahkan Allah, yaitu ia membasuh wajahnya, kedua tangannya hingga siku,mengusap kepalanya dan mencuci kedua kakinya hingga mata kaki . . ." (HR. Ashabus Sunan dan selain mereka)
      Pada hadits tersebut, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menyebutkan tentang berkumur-kumur dan istinsyaq mengenai apa yang diperintahkan Allah. Hal ini selaras dengan QS. Al-Maidah: 6 di atas. Penyebutan wajah di sini bukan perkaramujmal (global) yang membutuhkan perinciannya dari sunnah. Ini juga merupakan pendapat yang tidak bisa dibatilkan. Wallahu Ta'ala a'lam.
      Hanya saja menjaga kumur-kumur dan istinsyaq serta intintsar dalam wudhu adalah jelas dilaksanakan dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam  sebagai bagian pelaksanaan bersuci untuk shalat. Bahkan bagian dari pelaksanaan perintah Allah dalam membasuh wajah saat berwudhu. Dan sebaik-baik keputusan dalam ibadah adalah ittiba' kepada sunnah NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam.
      فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
      "Maka sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku. Yaitu mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya." (QS. Al-Zumar: 17-18)

      [PurWD/voa-islam.com]